Blogger Widgets Sains Garden: Mei 2015

Rabu, 13 Mei 2015

BIOTEKNOLOGI






Bioteknologi Kapas Transgenik Bt


Kemajuan bioteknologi, pada masa ini telah jauh berkembang pesat dan mengalami peningkatan spektakuler dalam hal perbaikan mutu serta kualitas pangan/pakan ataupun memproduksi suatu produk baik hewan maupun mikroba yang memiliki nilai lebih baik dari sebelumnya.
Di negara seperti Indonesia yang kebutuhan pangannya masih belum mencukupi untuk seluruh penduduk, potensi keuntungan tanaman hasil rekayasa genetika tidak dapat diabaikan. Meskipun kebutuhan akan peningkatan nilai gizi pangan masih belum menjadi target utama pemerintah di berkembang, tetapi produk bioteknologi pertanian akan memegang peranan penting dalam membantu mengatasi malnutrisi sebagian besar penduduknya.
Melihat potensi keuntungan yang cukup besar dapat diproleh dari tanaman hasil rekayasa genetika untuk negara berkembang, memerlukan investasi tinggi dalam mewujudkan target itu. Salah satu contoh produk bioteknologi pertanian yang sudah dilepas Indonesia adalah kapas Bt yang tahan terhadap serangan hama. Selain Indonesia, ada tujuh negara yang menanam kapas Bt Amerika Serikat, Argentina, Afrika Selatan, Meksiko, Cina, India, dan Australia.

A.    Kapas Transgenik Bt
Kapas Gossypium harsutum adalah salah satu komuditi perkebunan penghasil serat alam untuk bahan baku tekstil dan produk tekstil. Serangga hama merupakan kendala utama pada produksi tananman kapas. Disamping dapat menurunkan produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas. Tingkat serangga hama pada tanaman pada tanaman kapas sangat bervariasi dari tahun ke tahun dan dari negara ke negara (Benedict dan Altman, 2001).
Menurut James (2002) jenis serangga hama utama pada tanaman kapas adalah Helicoverpa armigera (catton bollworm = CBW), Pectinophora gossypiella (pink bollworm = PBW), Earias spp. (spiny bollworm = SPW), Heliothis virescens (tobacco budworm =TBW).
Salah satu pengendalian hama kapas adalah penggunanan varietas tahan hama. Perbaikan sifat tanaman kapas dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemulihan tanaman secara konvensional ataupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetika. Kadangkala dalam perakitan varietas kapas tahan serangga hama pemulia konvensional mengalami suatu kendala yang sulit dipecahkan, yaitu langkanya atau tidak adanya sumber gen ketahanan didalam koleksi plasma nutfah kapas. Contoh sumber gen ketahanan yang langka adalah gen ketahanan terhadap serangga hama dari kelompok Lepidoptera khususnya CBW (Herman 1997). Akhir-akhir ini kesulitan pemulia konvensional tersebut dapat diatasi dengan teknologi rekayasa genetika melalui kapas transgenik (Herman, 1997).
Melalui rekayasa genetika sudah dihasilkan kapas transgenik yang memiliki sifat baru, yaitu ketahanan terhadap CBW. Gen yang ditransfer kedalam genom tanaman kapas untuk membentuk kapas transgenik bisa berasal dari spesies lain bakteri, virus, atau tanamana. Salah satu contoh gen untuk ketahanan serangga hama adalah Bt.
Gen Bt adalah gen hasil isolasi bakteri tanah Bacillus thuringinesis. Istilah popular cry merupakan singkatan dari crystal sebagai reprsentasi gen dari strain Bt yang memproduksi protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan serangga hama. Ada beberapa gen cry yang ditansformasikan ke kapas transgenik, yaitu cryIA(a), cryIA(b), cryIA(c), cryIF, dan cryIIA(b) (Benedict dan Altman, 2001; James, 2002).
Pemahaman segi genetika produksi protein cry dan perkembangan rekayasa genetika memungkinkan orang untuk mentransfer gen yang mengkode sintesis protein cry ke tanaman sehingga jaringan tanaman dapat memproduksi toksin Bt tersebut dan beracun bagi serangga yang memakannya.  Protein cry yang terdapat di dalam jaringan tanaman akan terlindung dari cahaya matahari dan faktor-faktor lingkungan lain yang dapat mendegradasi protein tersebut.
Sejumlah persyaratan harus di penuhi dalam proses pendaftaran kapas Bt pada instansi yang berwenang (Departemen Pertanian RI), di antaranya ialah persistensi di residu toksin Bt yang dihasilkan oleh kapas transgenik dalam tanah sebagai salah satu indikator dari keamanan penanaman kapas transgenik bagi lingkungan.
Sampai saat ini belum pernah ada laporan mengenai dampak negatif yang serius akibat penggunaan Bt .  Pada dosis yang efektif terhadap hama sasaran, produk Bt cukup aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga parasitoid dan predator serta mamalia. Dari sebuah penelitian mengatakan bahwa residu protein Cry1Ac di dalam tanah yang ditanami kapas Bt tidak mematikan hama sasaran sehingga residu tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap organisme bukan sasaran di dalam tanah.
Pemerintah selanjutnya melegalkan penanaman kapas transgenik jenis Bt melalui SK Menteri Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001, untuk ditanam sebagai varietas unggul di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan. Namun keputusan tersebut, banyak ditentang oleh para aktifis lingkungan hidup. Empat lembaga non- pemerintah/LSM (KONPHALINDO, YLKI, PAN Indonesia, dan ICEL) terang-terangan menolak SK Menteri Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001 tersebut tentang Pelepasan Terbatas Kapas Transgenik Bt DP 5690B sebagai varietas unggul, dan ditanam di tujuh kabupaten di Sulsel. Hal ini dikarenakan penanaman kapas transgenik tersebut dinilai  belum melalui prosedur analisa AMDAL (Analisisi Mengenai Dampak Lingkungan) yang dipersyaratakan bagi setiap pelepasan jenis hewan atau tanam baru. Sehingga pelepasan kapas Bt sebagai varietas unggul dicabut pada tahun 2003. Hal ini menjadi polemik sedangkan disisi lain d berbagai negara pelepasan kapas Bt berhasil dilakukan dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Sebenarnya pemanfaatan kapas Bt di Indonesia telah memenuhi persyaratan keamanan hayati dan keamanan pangan serta memper timbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya, dan estetika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selalu menggunakan pendekatan kehati-hatian. Namun berbagai kekhawatiran bahwa kapas Bt yang sudah dikomersialisasikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia sehingga menjadi penyebab dicabutnya pelepasan kapas Bt. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber daya ma- nusia, khususnya pembinaan tenaga usia muda dalam bidang kultur jaringan dengan penekanan pada efisiensi regenerasi tanaman dan biologi molekuler khususnya teknik isolasi, kloning, dan karakterisasi gen.

B.   Perakitan Tanaman Transgenik Kapas Bt dengan Gen cry Bacillus thuringiensis
Teknik transfer genetik yang digunakan dalam perakitan kapas ini yaitu transfer gen secara tidak langsung yakni teknik melaui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk mentransformasi tanaman dikotil seperti kapas. Agrobacterium tumefaciens mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari jaringan tanam- an yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut DNA T (transfer DNA) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi ke dalam genom tanaman. Karena Agrobacterium tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman tersebut akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat yang di- inginkan) ke keturunannya.
Teknik transformasi melalui media vektor Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil mentransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi.
Adapun perakitan tanaman transgenik dengan Bt meliputi beberapa prosedur, antara lain :
1.      Isolasi gen
Isolasi gen cry dilakukan dengan dengan menyeleksi strain Bt yang terbaik, yaitu memiliki potensi menghambat pertumbuhan serangga yang terbaik.
2.      Memodifikasi gen cry sehingga fungsi biologisnya lebih baik
Modifikasi gen dilakukan dengan teknik rekombinan DNA. Teknik ini bertujuan  memanipulasi gen cry Bt sehingga strain Bt menjad lebih baik lagi baik dari segi formulasi, host range, toksisitas maupun sifat Bt itu sendiri. Salah satu teknik yang digunakan adalah menempatkan gen cry Bt di vektor yang berupa plasmid bakteri. Hal ini mengakibatkan modifikasi gen cry dapat dilakukan dengan perbaikan bakteri. Perbaikan bakteri dilakukan dengan cara protoplas transformasi, transduksi, dan konyugasi.  Selain itu, Perbaikan sifat Bt juga dapat dilakukan dengan cara mengawinkan strain-strain (mixture culture) untuk pertukaran plasmid di antara strain Bt. Setelah didapatkan strain Bt yang diinginkan, dilakukan perbanyakan gen (Kloning gen). Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA) yaitu plasmid. Kemudian, DNA diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Selanjutnya ditransfer ke tanaman.
3.      Mentransfer gen tersebut ke tanaman
Beberapa gen yang mengkode Bt toksin yang telah berhasil dikloning, diintroduksikan ke dalam sel tanaman menggunakan teknik rekombinan (metode transformasi DNA) yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens.
4.      Membentuk produk tanaman transgenik
Pembentukan tanaman transgenik terjadi ketika gen cry Bt di introduksikan ke dalam tanaman. Adapun introduksi gen ini meliputi beberapa langkah diantaranya adalah :
a.       Membentuk sekuen gen yang diinginkan yang ditandai dengan penanda yang spesifik.
b.      Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke jaringan
c.      Mengkultur jaringan yang sudah mengandung gen yang ditransformasikan
d.      Uji coba kultur tersebut di lapangan.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati. Terintegrasinya gen Bt di dalam sel tanaman ini dapat memperpanjang peluang Bt dalam mengendalikan hama dan meningkatkan efektifitas pengendalian.
           
Gambar 1. Proses perakitan kapas Bt 

C.    Cara Kerja Bakteri Bacillus turingiensis
Bacillus turingiensis adalah bakteri tanah yang bersifat patogen terhadap beberapa serangga. Bakteri ini bekerja sebagai racun perut, yang telah digunakan lebih dari 40 tahun sebagai bioinsektisida untuk pengendalian berbagai jenis serangga hama. Cara kerjanya adalah sebagai berikut:
1.  Spora bakteri yang termakan oleh serangga akan tumbuh pada lumen usus tengah serangga.
2.  Saat sporulasi, bakteri ini akan menghasilkan protein delta-endotoksin yang berbentuk kristal (cry).
3.   Usus tengah serangga bersifat basa akan menyebabkan Kristal protein dilepas dan protein masih bersifat protoksin.
4.    Dengan bantuan enzim yang ada pada usus tengah serangga yaitu protease protoksin akan diurai menjadi polipeptida yang berukuran lebih kecil dan bersifat toksik.
5.  Toksik menempel pada reseptor yang terletak pada ujung membran brush-border dari sel epitel selanjutnya akan membentuk lubang pada sel.
6.   Akibatnya cairan dan udara dari luar sel akan masuk, sel mengembang, mempunyai banyak rongga udara akibatnya sel pecah.
7.  Pecahnya sel epitel akan membuka jalan bagi toksin dan spora masuk dan meracuni, sehingga serangga mati.

D.    Kebermanfaatan Kapas Transgenik Bt
Kebermanfaatan yang ditemukan melalui rekayasa genetika yaitu menghasilkan kapas transgenik Bt ini yakni memiliki ketahanan terhadap hama maupun serangga sehingga secara global dapat meningkatkan hasil panen. Hal ini telah terbukti dari Buletin agrobio yang ditulis oleh Muhammad Herman tentang status berkembangnya kapas Bt, sejak tahun 1996 seluas 0,8 juta ha kapas Bt ditanah dan meningkat terus mencapai 3,1 juta ha pada tahun 2003. Dari data data peningkatan  luas area penanaman kapas Bt hal tersebut memberikan indikasi kuat bahwa para petani kapas transgenik diuntungkan dengan menanam produk teknologi rekayasa genetika tersebut.
Selain itu Bt memiliki keunggulan sifat yang sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dan sering dimanfaatkan dalam program pengelolaan resistensi terhadap insek tisida sintetik. Keefektifan Bt juga dipengaruhi oleh waktu penyemprotan, liputan semprotan, perilaku makan larva, dan daya tahan formulasi terhadap siraman air hujan

E.     Keunggulan dan Kekurangan Kapas Transgenik Bt
Kapas Bt hasil transgenik ini tentunya memiliki keunggulan dibandingkan kapas non  transgenik. Beberapa keunggulan kapas transgenik Bt diantaranya sebagai berikut.
1.   Di hasilkan tanaman kapas yang tahan terhadap serangga, karena terdapat protein kristal yang berfungsi sebagai insektisida.
2.   Penggunaan kapas transgenik Bt diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia dan pencemaran lingkungan, mengurangi biaya produksi, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
3.  Air, dengan menggunakan kapas Bt maka kebutuhan air bersih yang digunakan untuk penyemprotan tidak diperlukan lagi.
4.   Pengelolaan   kapas  Bt  jauh  lebih mudah. Dengan kapas konvensional, petani harus melakukan berbagai pengelolaan seperti scouting  cekaman hama, menanti waktu dan cuaca yang tepat untuk penyemprotan, dan lain-lain.
5.     Kapas Bt memberikan hasil panen yang lebih baik, hal disebabkan karena kapas Bt tingkat perkecambahannya tinggi, dengan boll yang besar dan jumlah boll dalam satu tanaman dapat mecapai 35 boll, hal ini akan menjadi pemicu hasil panen/ produksi yang lebih tinggi, dimana secara fisiologis perkembangan boll yang optimal mengarah pada kuantitas serat yang dihasilkan. Penggunaan benih kapas transgenik akan mengakibatkan ketergantungan petani pada perusahaan besar, karena kenyataan teknologi transgenik hanya bisa di lakukan perusahaan-perusahaan besar.
Selain memiliki keunggulan kapas transgenik Bt juga memiliki kelemahan diantaranya yaitu sebagai berikut.
1.  Memasukkan gen bakteri ke dalam genom tanaman akan meningkatkan kemungkinan transfer gen dari tanaman ke bakteri karena adanya sekuen DNA yang homolog dari gen bakteri di dalam genom tanaman
2.  Transfer gen horizontal dari DNA tanaman transgenik ke mikroba dikhawatirkan akan menghasilkan bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik.
3.  Gangguan ekologis yaitu hilangnya spesies asli non transgenik dikarenakan tumbuhan transgenik biasanya memiliki keunggulan lebih kompetitif terhadap kondisi lingkungan ekstrim.


Daftar Pustaka

Benedict, J. and D.W. Altman. 2001.Commercialization of transgenic cotton expressing insectisidal crystal protein. In Jenkins, J. and S. Saha (Eds.). Genetic Improvement of Cotton: Emerging Technologies. Science Publications, Enfierld. New Hampshire, USA 8:137-201.

Herman, M. 1997. Insect resistant via genetic engineering. In Darussamin, Kompiang, I.P. and S. Moeljopawiro (Eds.). Current Status of Agricultural Biotechnology in Indonesia, Research Development and Priorities. Proceedings Second Conference on Agricultural Biotechnology. Jakarta, 13-15 June 1995. Agency for Agricultural Research and Development, Ministry of Agriculture. p. 217-226.

Hidayat, P. & Prijono. D. Aktivitas Residu cry1Ac pada Lahan yang ditanam Kapas transgenik Bt di Bajeng dan Soppeng Sulawesi Selatan. Jurnal Entomologi Indonesia, Vol 3. No. 1: 50-58.

Herman, M. 2002. Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama Melalui Teknik Rekayasa Genetika. Buletin Agrobio, 5 (1): 1-3.

James, C. 2001. Global review of commercialized transgenic crops: 2000. ISAAA Brief No. 23. ISAAA, Ithaca, NY.

Karmana, I. W. 2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek Pertimbangannya. Jurnal Genec Swara, Vol. 3. No. 2.

Tamrin, S. 2007. Analisis Pendapatan Petani Kapas Bollgard (Bt) di Kecamatan Permmana Kabupaten Wajo. Junal Agrisistem, Vol. 3. No. 2.