Bioteknologi Kapas Transgenik Bt
Kemajuan bioteknologi,
pada masa ini telah jauh berkembang pesat dan mengalami peningkatan spektakuler
dalam hal perbaikan mutu serta kualitas pangan/pakan ataupun memproduksi suatu
produk baik hewan maupun mikroba yang memiliki nilai lebih baik dari sebelumnya.
Di negara seperti
Indonesia yang kebutuhan pangannya masih belum mencukupi untuk seluruh
penduduk, potensi keuntungan tanaman hasil rekayasa genetika tidak dapat
diabaikan. Meskipun kebutuhan akan peningkatan nilai gizi pangan masih belum
menjadi target utama pemerintah di berkembang, tetapi produk bioteknologi
pertanian akan memegang peranan penting dalam membantu mengatasi malnutrisi
sebagian besar penduduknya.
Melihat potensi
keuntungan yang cukup besar dapat diproleh dari tanaman hasil rekayasa genetika
untuk negara berkembang, memerlukan investasi tinggi dalam mewujudkan target
itu. Salah satu contoh produk bioteknologi pertanian yang sudah dilepas
Indonesia adalah kapas Bt yang tahan terhadap serangan hama. Selain Indonesia,
ada tujuh negara yang menanam kapas Bt Amerika Serikat, Argentina, Afrika
Selatan, Meksiko, Cina, India, dan Australia.
A.
Kapas
Transgenik Bt
Kapas
Gossypium harsutum adalah salah satu
komuditi perkebunan penghasil serat alam untuk bahan baku tekstil dan produk
tekstil. Serangga hama merupakan
kendala utama pada produksi tananman kapas. Disamping dapat menurunkan
produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas. Tingkat
serangga hama pada tanaman pada tanaman kapas sangat bervariasi dari tahun ke
tahun dan dari negara ke negara (Benedict dan Altman, 2001).
Menurut
James (2002) jenis serangga hama utama pada tanaman kapas adalah Helicoverpa armigera (catton bollworm =
CBW), Pectinophora gossypiella (pink
bollworm = PBW), Earias spp. (spiny
bollworm = SPW), Heliothis virescens
(tobacco budworm =TBW).
Salah
satu pengendalian hama kapas adalah penggunanan varietas tahan hama. Perbaikan
sifat tanaman kapas dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan
pemulihan tanaman secara konvensional ataupun dengan bioteknologi khususnya
teknologi rekayasa genetika. Kadangkala dalam perakitan varietas kapas tahan
serangga hama pemulia konvensional mengalami suatu kendala yang sulit
dipecahkan, yaitu langkanya atau tidak adanya sumber gen ketahanan didalam
koleksi plasma nutfah kapas. Contoh sumber gen ketahanan yang langka adalah gen
ketahanan terhadap serangga hama dari kelompok Lepidoptera khususnya CBW
(Herman 1997). Akhir-akhir ini kesulitan pemulia konvensional tersebut dapat
diatasi dengan teknologi rekayasa genetika melalui kapas transgenik (Herman,
1997).
Melalui
rekayasa genetika sudah dihasilkan kapas transgenik yang memiliki sifat baru,
yaitu ketahanan terhadap CBW. Gen yang ditransfer kedalam genom tanaman kapas
untuk membentuk kapas transgenik bisa berasal dari spesies lain bakteri, virus,
atau tanamana. Salah satu contoh gen untuk ketahanan serangga hama adalah Bt.
Gen
Bt adalah gen hasil isolasi bakteri tanah Bacillus
thuringinesis. Istilah popular cry merupakan
singkatan dari crystal sebagai
reprsentasi gen dari strain Bt yang memproduksi protein kristal yang bekerja
seperti insektisida (insecticidal crystal
protein) yang dapat mematikan serangga hama. Ada beberapa gen cry yang ditansformasikan ke kapas
transgenik, yaitu cryIA(a), cryIA(b), cryIA(c), cryIF, dan cryIIA(b) (Benedict dan Altman, 2001;
James, 2002).
Pemahaman
segi genetika produksi protein cry
dan perkembangan rekayasa genetika memungkinkan orang untuk mentransfer gen
yang mengkode sintesis protein cry ke
tanaman sehingga jaringan tanaman dapat memproduksi toksin Bt tersebut dan
beracun bagi serangga yang memakannya.
Protein cry yang terdapat di
dalam jaringan tanaman akan terlindung dari cahaya matahari dan faktor-faktor
lingkungan lain yang dapat mendegradasi protein tersebut.
Sejumlah
persyaratan harus di penuhi dalam proses pendaftaran kapas Bt pada instansi
yang berwenang (Departemen Pertanian RI), di antaranya ialah persistensi di
residu toksin Bt yang dihasilkan oleh kapas transgenik dalam tanah sebagai
salah satu indikator dari keamanan penanaman kapas transgenik bagi lingkungan.
Sampai
saat ini belum pernah ada laporan mengenai dampak negatif yang serius akibat
penggunaan Bt . Pada dosis yang efektif
terhadap hama sasaran, produk Bt cukup aman terhadap organisme bukan sasaran
termasuk serangga parasitoid dan predator serta mamalia. Dari sebuah penelitian
mengatakan bahwa residu protein Cry1Ac di dalam tanah yang ditanami kapas Bt
tidak mematikan hama sasaran sehingga residu tersebut tidak perlu dikhawatirkan
akan berdampak negatif terhadap organisme bukan sasaran di dalam tanah.
Pemerintah
selanjutnya melegalkan penanaman kapas transgenik jenis Bt melalui SK Menteri
Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001, untuk ditanam sebagai varietas unggul di
tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan. Namun keputusan tersebut, banyak ditentang
oleh para aktifis lingkungan hidup. Empat lembaga non- pemerintah/LSM
(KONPHALINDO, YLKI, PAN Indonesia, dan ICEL) terang-terangan menolak SK Menteri
Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001 tersebut tentang Pelepasan Terbatas Kapas
Transgenik Bt DP 5690B sebagai varietas unggul, dan ditanam di tujuh kabupaten
di Sulsel. Hal ini dikarenakan penanaman kapas transgenik tersebut dinilai belum melalui prosedur analisa AMDAL
(Analisisi Mengenai Dampak Lingkungan) yang dipersyaratakan bagi setiap
pelepasan jenis hewan atau tanam baru. Sehingga pelepasan kapas Bt sebagai
varietas unggul dicabut pada tahun 2003. Hal ini menjadi polemik sedangkan
disisi lain d berbagai negara pelepasan kapas Bt berhasil dilakukan dan
mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Sebenarnya
pemanfaatan kapas Bt di Indonesia telah memenuhi persyaratan keamanan hayati
dan keamanan pangan serta memper timbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya,
dan estetika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selalu
menggunakan pendekatan kehati-hatian. Namun berbagai kekhawatiran bahwa kapas
Bt yang sudah dikomersialisasikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia sehingga menjadi penyebab dicabutnya pelepasan kapas Bt.
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber daya ma- nusia, khususnya
pembinaan tenaga usia muda dalam bidang kultur jaringan dengan penekanan pada
efisiensi regenerasi tanaman dan biologi molekuler khususnya teknik isolasi,
kloning, dan karakterisasi gen.
B. Perakitan
Tanaman Transgenik Kapas Bt dengan Gen cry
Bacillus thuringiensis
Teknik
transfer genetik yang digunakan dalam perakitan kapas ini yaitu transfer gen
secara tidak langsung yakni teknik melaui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk
mentransformasi tanaman dikotil seperti kapas. Agrobacterium tumefaciens
mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa
potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari jaringan tanam- an yang
mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen
yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA
plasmid Ti disebut DNA T (transfer DNA) yang berpindah dari bakteri ke inti sel
tanaman dan berintegrasi ke dalam genom tanaman. Karena Agrobacterium tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang
digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang
dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh
Agrobacterium dan yang mampu
beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman
tersebut akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat yang di-
inginkan) ke keturunannya.
Teknik
transformasi melalui media vektor Agrobacterium
pada tanaman dikotil telah berhasil tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada
tanaman monokotil. Meskipun demikian, beberapa peneliti melaporkan bahwa
beberapa strain Agrobacterium
berhasil mentransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi.
Adapun
perakitan tanaman transgenik dengan Bt meliputi beberapa prosedur, antara lain
:
1. Isolasi gen
Isolasi gen cry dilakukan dengan dengan menyeleksi strain Bt yang terbaik, yaitu memiliki potensi
menghambat pertumbuhan serangga yang terbaik.
2. Memodifikasi gen cry
sehingga fungsi biologisnya lebih baik
Modifikasi gen
dilakukan dengan teknik rekombinan DNA. Teknik ini bertujuan memanipulasi gen cry Bt sehingga strain Bt menjad lebih baik lagi baik dari segi
formulasi, host range, toksisitas
maupun sifat Bt itu sendiri. Salah satu teknik yang digunakan adalah
menempatkan gen cry Bt di vektor yang
berupa plasmid bakteri. Hal ini mengakibatkan modifikasi gen cry dapat dilakukan dengan perbaikan
bakteri. Perbaikan bakteri dilakukan dengan cara protoplas transformasi,
transduksi, dan konyugasi. Selain itu,
Perbaikan sifat Bt juga dapat dilakukan dengan cara mengawinkan strain-strain (mixture
culture) untuk pertukaran plasmid di antara strain Bt. Setelah didapatkan
strain Bt yang diinginkan, dilakukan
perbanyakan gen (Kloning gen). Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA) yaitu plasmid. Kemudian, DNA diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Selanjutnya ditransfer ke tanaman.
3. Mentransfer gen tersebut ke tanaman
Beberapa gen yang
mengkode Bt toksin yang telah berhasil dikloning, diintroduksikan ke dalam sel
tanaman menggunakan teknik rekombinan (metode transformasi DNA) yang diperantarai bakteri Agrobacterium
tumefaciens.
4.
Membentuk produk
tanaman transgenik
Pembentukan tanaman transgenik terjadi ketika gen cry Bt di introduksikan ke dalam tanaman. Adapun introduksi gen ini
meliputi beberapa langkah diantaranya adalah :
a. Membentuk sekuen gen yang diinginkan yang ditandai
dengan penanda yang spesifik.
b. Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke
jaringan
c. Mengkultur jaringan yang sudah mengandung gen yang
ditransformasikan
d. Uji coba kultur tersebut di lapangan.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk
mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan
menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk
tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat
baru tanaman dapat diamati. Terintegrasinya gen Bt di dalam sel
tanaman ini dapat memperpanjang peluang Bt dalam mengendalikan hama dan
meningkatkan efektifitas pengendalian.
Gambar 1. Proses perakitan kapas Bt
C.
Cara
Kerja Bakteri Bacillus turingiensis
Bacillus turingiensis
adalah bakteri tanah yang bersifat patogen terhadap beberapa serangga. Bakteri
ini bekerja sebagai racun perut, yang telah digunakan lebih dari 40 tahun
sebagai bioinsektisida untuk pengendalian berbagai jenis serangga hama. Cara
kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Spora
bakteri yang termakan oleh serangga akan tumbuh pada lumen usus tengah
serangga.
2. Saat
sporulasi, bakteri ini akan menghasilkan protein delta-endotoksin yang
berbentuk kristal (cry).
3. Usus
tengah serangga bersifat basa akan menyebabkan Kristal protein dilepas dan
protein masih bersifat protoksin.
4. Dengan
bantuan enzim yang ada pada usus tengah serangga yaitu protease protoksin akan
diurai menjadi polipeptida yang berukuran lebih kecil dan bersifat toksik.
5. Toksik
menempel pada reseptor yang terletak pada ujung membran brush-border dari sel
epitel selanjutnya akan membentuk lubang pada sel.
6. Akibatnya
cairan dan udara dari luar sel akan masuk, sel mengembang, mempunyai banyak
rongga udara akibatnya sel pecah.
7. Pecahnya
sel epitel akan membuka jalan bagi toksin dan spora masuk dan meracuni,
sehingga serangga mati.
D.
Kebermanfaatan
Kapas Transgenik Bt
Kebermanfaatan
yang ditemukan melalui rekayasa genetika yaitu menghasilkan kapas transgenik Bt
ini yakni memiliki ketahanan terhadap hama maupun serangga sehingga secara
global dapat meningkatkan hasil panen. Hal ini telah terbukti dari Buletin
agrobio yang ditulis oleh Muhammad Herman tentang status berkembangnya kapas
Bt, sejak tahun 1996 seluas 0,8 juta ha kapas Bt ditanah dan meningkat terus
mencapai 3,1 juta ha pada tahun 2003. Dari data data peningkatan luas area penanaman kapas Bt hal tersebut
memberikan indikasi kuat bahwa para petani kapas transgenik diuntungkan dengan
menanam produk teknologi rekayasa genetika tersebut.
Selain
itu Bt memiliki keunggulan sifat yang sesuai dengan konsep pengendalian hama
terpadu (PHT) dan sering dimanfaatkan dalam program pengelolaan resistensi
terhadap insek tisida sintetik. Keefektifan Bt juga dipengaruhi oleh waktu
penyemprotan, liputan semprotan, perilaku makan larva, dan daya tahan formulasi
terhadap siraman air hujan
E.
Keunggulan
dan Kekurangan Kapas Transgenik Bt
Kapas Bt hasil
transgenik ini tentunya memiliki keunggulan dibandingkan kapas non transgenik. Beberapa keunggulan kapas
transgenik Bt diantaranya sebagai berikut.
1. Di hasilkan
tanaman kapas yang tahan terhadap serangga, karena terdapat protein kristal
yang berfungsi sebagai insektisida.
2. Penggunaan kapas
transgenik Bt diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia dan
pencemaran lingkungan, mengurangi biaya produksi, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
3. Air,
dengan menggunakan kapas Bt maka kebutuhan air bersih yang digunakan untuk
penyemprotan tidak diperlukan lagi.
4. Pengelolaan kapas
Bt jauh lebih mudah. Dengan kapas konvensional,
petani harus melakukan berbagai pengelolaan seperti scouting cekaman hama, menanti waktu dan cuaca yang
tepat untuk penyemprotan, dan lain-lain.
5. Kapas Bt memberikan hasil panen yang
lebih baik, hal disebabkan karena kapas Bt tingkat perkecambahannya tinggi,
dengan boll yang besar dan jumlah boll dalam satu tanaman dapat mecapai 35
boll, hal ini akan menjadi pemicu hasil panen/ produksi yang lebih tinggi,
dimana secara fisiologis perkembangan boll yang optimal mengarah pada kuantitas
serat yang dihasilkan. Penggunaan benih kapas transgenik akan mengakibatkan
ketergantungan petani pada perusahaan besar, karena kenyataan teknologi
transgenik hanya bisa di lakukan perusahaan-perusahaan besar.
Selain memiliki keunggulan kapas transgenik Bt juga memiliki kelemahan
diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Memasukkan gen
bakteri ke dalam genom tanaman akan meningkatkan kemungkinan transfer gen dari
tanaman ke bakteri karena adanya sekuen DNA yang homolog dari gen bakteri di
dalam genom tanaman
2. Transfer
gen horizontal dari DNA tanaman transgenik ke mikroba dikhawatirkan akan
menghasilkan bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik.
3. Gangguan
ekologis yaitu hilangnya spesies asli non transgenik dikarenakan tumbuhan
transgenik biasanya memiliki keunggulan lebih kompetitif terhadap kondisi
lingkungan ekstrim.
Daftar Pustaka
Benedict, J. and
D.W. Altman. 2001.Commercialization of
transgenic cotton expressing insectisidal crystal protein. In Jenkins, J.
and S. Saha (Eds.). Genetic Improvement of Cotton: Emerging Technologies.
Science Publications, Enfierld. New Hampshire, USA 8:137-201.
Herman, M. 1997.
Insect resistant via genetic engineering.
In Darussamin, Kompiang, I.P. and S. Moeljopawiro (Eds.). Current Status of Agricultural
Biotechnology in Indonesia, Research Development and Priorities. Proceedings
Second Conference on Agricultural Biotechnology. Jakarta, 13-15 June 1995.
Agency for Agricultural Research and Development, Ministry of Agriculture. p.
217-226.
Hidayat, P.
& Prijono. D. Aktivitas Residu cry1Ac
pada Lahan yang ditanam Kapas transgenik Bt di Bajeng dan Soppeng Sulawesi
Selatan. Jurnal Entomologi Indonesia, Vol 3. No. 1: 50-58.
Herman, M. 2002.
Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama Melalui Teknik Rekayasa Genetika. Buletin
Agrobio, 5 (1): 1-3.
James, C. 2001. Global review of commercialized transgenic
crops: 2000. ISAAA Brief No. 23. ISAAA, Ithaca, NY.
Karmana, I. W.
2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan
Beberapa Aspek Pertimbangannya. Jurnal Genec Swara, Vol. 3. No. 2.
Tamrin, S. 2007.
Analisis Pendapatan Petani Kapas Bollgard
(Bt) di Kecamatan Permmana Kabupaten Wajo. Junal Agrisistem, Vol. 3. No. 2.